PAPUA : 24 Organisasi Tolak Pemindahan Benda Arkeologi Papua Oleh BRIN
JAYAPURA — Rencana pemindahan benda arkeologi oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dari kantor BRIN Kawasan Kerja Bersama (CWS) Jayapura (sebelumnya Balai Arkeologi Papua) di Waena, Jayapura, ke Gedung Koleksi Hayati di Cibinong Science Center, Jawa Barat, dianggap sebagai tindakan penghapusan sejarah orang asli Papua.
BRIN mengklaim bahwa pemindahan ini bertujuan untuk pelestarian dan perawatan benda arkeologi. Namun, tindakan tersebut dinilai bertentangan dengan UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dan UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, yang justru mengharuskan perlindungan benda budaya di tempat asalnya.
Rencana pemindahan ini dikritik sebagai bentuk “penjarahan” seperti yang pernah dilakukan penjajah di masa lalu, di mana banyak benda budaya Papua yang diambil dan kini dipamerkan di museum-museum di Eropa dan Amerika.
Koleksi benda arkeologi di CWS Jayapura berasal dari hasil ekskavasi di berbagai wilayah Papua seperti Jayapura, Sarmi, Biak, Kaimana, hingga Merauke, dan meliputi tulang manusia, tulang hewan, aksesoris, patung, dan ukiran.
Benda-benda ini memiliki keterkaitan erat dengan sejarah budaya Papua dan dianggap sebagai bagian yang tak terpisahkan dari identitas masyarakat Papua. Oleh karena itu, rencana pemindahan tersebut dipandang sebagai upaya yang dapat menghapus sejarah kebudayaan orang asli Papua.
Manfun Apolos Sroyer, Ketua Dewan Adat Kainkain Karkara Byak, mengungkapkan bahwa berdasarkan informasi yang diterimanya, pemindahan ini akan dilakukan hingga 16 Desember 2024. Masyarakat adat Papua tegas menolak rencana tersebut.
“Benda arkeologi ini adalah kekayaan budaya dan intelektual orang Papua yang tidak boleh dipindahkan atau diperjualbelikan oleh siapapun. Kami menolak rencana BRIN untuk memindahkan benda-benda ini,” tegas Sroyer.
Penandatanganan Traktat WIPO oleh Pemerintah Indonesia pada 8 Juli 2024, yang melindungi sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional, semakin memperkuat argumentasi bahwa benda arkeologi Papua seharusnya dilindungi di tempat asalnya.
Para pemangku kepentingan budaya Papua mengajukan sejumlah tuntutan, termasuk penghentian pemindahan benda arkeologi Papua oleh BRIN, publikasi koleksi benda-benda tersebut, serta pembangunan fasilitas lokal untuk menyimpan dan merawat koleksi tersebut.
Apabila gedung CWS Jayapura dialihfungsikan, Museum Loka Budaya Uncen bersedia menampung koleksi benda arkeologi Papua. Penolakan ini didukung oleh berbagai organisasi dan komunitas, termasuk Museum Loka Budaya Uncen, Dewan Adat Papua, Lembaga Bantuan Hukum Papua, dan banyak lainnya.