Kapendam VIII/Kasuari Papua: Kami Akan Mengevaluasi Apakah TNI Perlu Membawa Senjata Saat Mengajar di Sekolah
SORONG — Kolonel Inf Syawaludin Abuhasan, Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) XVIII/Kasuari, menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan evaluasi internal terkait apakah personel TNI perlu membawa senjata saat mengajar di ruang kelas.
Kapendam menjelaskan bahwa TNI yang mengajar sambil membawa senjata dapat memengaruhi psikologi murid, menyebabkan mereka merasa terancam daripada diajar. Hal ini diungkapkan dalam webinar yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia dan Komisi Keselamatan Jurnalis (KKJ) Papua Barat dan Papua Barat Daya, Rabu (7/8/2024), yang membahas ancaman kekerasan terhadap jurnalis di wilayah tersebut.
“Pada situasi tertentu, anggota TNI mungkin dituntut untuk menjaga keamanan, tetapi kita perlu mengevaluasi apakah saat mengajar di ruang kelas mereka harus membawa senjata, atau cukup senjata disimpan di luar, sehingga proses mengajar bisa dilakukan tanpa senjata,” ungkap Kapendam dalam sesi tanya jawab.
Ia menegaskan bahwa tujuan utama mengajar adalah pendidikan, bukan menimbulkan trauma. Kapendam menambahkan bahwa kondisi lapangan akan dipertimbangkan untuk memastikan bahwa kehadiran TNI di sekolah tidak malah membuat anak-anak merasa terancam.
“Kita tidak ingin tujuan pendidikan terganggu karena anak-anak merasa takut. Mereka bisa berpikir, ‘Wah, tentara mengajar saya, saya takut’. Apalagi jika ada kekhawatiran senjata bisa meletus secara tidak sengaja. Ini harus dievaluasi agar tidak mempengaruhi psikologi anak-anak,” jelas Kapendam.
Kapendam juga mengakui bahwa saat kecil ia sendiri takut melihat tentara, dan hal ini semakin diperparah di wilayah konflik. Oleh karena itu, menurutnya, di daerah dengan eskalasi konflik yang tinggi, lebih baik masyarakat yang mengajar sementara TNI fokus pada tugas utamanya.
“Saat tentara mengajar di wilayah konflik, trauma psikologis bisa muncul. Kita perlu mengevaluasi apakah pantas mereka mengajar sambil memegang senjata. Jika eskalasi konflik di daerah tersebut tinggi, lebih baik TNI tidak mengajar dulu dan fokus pada penyelesaian gangguan keamanan,” tutupnya.