Kisah Buruh Harian Lepas di Kebun Sawit: Cerita Mama Aleta Soap dari Arso Timur Papua
THE PAPUA TIMES
Mama Aleta Soap, seorang buruh harian lepas di kebun sawit PT. Tandan Sawita Papua (TSP), terus bekerja meskipun tanpa jaminan kesehatan dan hari tua, serta status kerja yang tidak jelas.
Dengan penuh semangat, Mama Aleta menuju kebun sawit setiap hari untuk menjalankan pekerjaannya sebagai penyemprot pestisida. Berbekal alat penyemprot di punggung dan kostum kerja yang sederhana, ia bersama buruh lainnya berangkat ke “Rumah Hujan” untuk apel pagi sebelum bekerja di kebun.
Kebun sawit TSP yang terletak di Arso Timur, Kabupaten Keerom, Papua, memiliki luas sekitar 13.861 hektar dan dibagi menjadi lima kebun. Para buruh di kebun ini dibagi ke dalam divisi-divisi untuk mengerjakan berbagai tugas, mulai dari memanen tandan sawit hingga merawat kebun dengan menyemprot pestisida. Mama Aleta, yang bekerja di divisi perawatan, bersama rekan-rekannya harus menempuh perjalanan kaki menuju blok kebun yang akan mereka kerjakan setiap harinya.
Sebagai buruh penyemprot pestisida, Mama Aleta ditargetkan untuk menyelesaikan penyemprotan pada lima gawangan (barisan pohon sawit) setiap hari. Meski berat, ia terbiasa menyelesaikan pekerjaannya dengan cekatan, mengitari pohon-pohon sawit untuk memastikan pestisida tersebar merata. Pekerjaannya sering kali menghadapi tantangan, seperti nyamuk, air tergenang, dan medan yang tidak bersih. Namun, Mama Aleta tetap semangat karena telah bekerja di kebun sawit sejak tahun 2009.
Sebagai tulang punggung keluarga, Mama Aleta bekerja keras untuk menghidupi suaminya yang sudah tua dan anak-anaknya. Meski pendapatannya sebagai buruh harian lepas terbatas, ia berusaha mencukupi kebutuhan keluarganya, meskipun harga kebutuhan pokok di lokasi kebun sangat mahal. Di sisi lain, akses terhadap layanan kesehatan yang memadai juga sulit didapatkan, sehingga Mama Aleta sering kali harus mencari pengobatan di luar kebun sawit.
Walaupun sudah bekerja selama lebih dari satu dekade, status Mama Aleta tetap sebagai buruh harian lepas. Hal ini berarti gajinya dihitung berdasarkan jumlah hari kerja dan target yang dicapai. Buruh seperti Mama Aleta sering kali tidak memiliki jaminan sosial yang layak, termasuk asuransi kesehatan dan tunjangan hari tua.
TSP, perusahaan tempat Mama Aleta bekerja, tidak mendaftarkan buruh harian lepas ke BPJS Kesehatan. Meskipun beberapa buruh terdaftar dalam BPJS Ketenagakerjaan, perusahaan sering kali menunggak pembayaran iuran, sehingga hak-hak buruh tidak sepenuhnya terpenuhi. Kondisi kerja yang serba terbatas ini mencerminkan fenomena umum di industri perkebunan sawit di Indonesia, di mana buruh harian lepas sering kali bekerja tanpa perlindungan yang memadai.
Meskipun bekerja di bawah tekanan dan ketidakpastian, Mama Aleta tetap berjuang untuk keluarganya. Seperti banyak buruh lainnya, ia berharap ada perubahan yang lebih baik dalam kondisi kerja dan perlindungan sosial di masa depan.