Sosial & HarianIndepthSemua Kategori

Relevansi Gerakan Perlawanan Mahatma Gandhi terhadap Perjuangan Menuju Penentuan Nasib Sendiri di Papua Barat

THE PAPUA TIMES

Mohandas Karamchand Gandhi lahir di Porbandar, Gujarat, India pada 2 Oktober 1869, dan berasal dari keluarga terpandang.

Ayahnya, Karamchand Gandhi, pernah menjabat sebagai perdana menteri di salah satu kerajaan kecil, Porbandar, serta berprofesi sebagai anggota pengadilan yang dihormati karena kemampuannya dalam menyelesaikan berbagai perselisihan. Dari sosok ayahnya, Gandhi terinspirasi untuk menjadi advokat, dengan tujuan membela rakyat India dari penjajahan Inggris. Gandhi kemudian menyelesaikan pendidikan hukumnya di London College, menjadikannya salah satu dari sedikit pribumi yang mendapatkan pendidikan tinggi berkualitas di masa kolonial [1].

Setelah lulus sebagai sarjana hukum, Gandhi memulai karirnya sebagai advokat di India, namun tidak terlalu sukses. Akhirnya, ia pindah ke Afrika Selatan, tempat di mana ia menjadi tokoh dunia berkat perjuangannya melawan kebijakan apartheid yang brutal. Di Afrika Selatan, Gandhi tampil sebagai pemimpin karismatik, membela rakyat India dan Afrika yang diperlakukan tidak adil oleh kolonial Inggris.

India sendiri dijajah oleh Inggris selama 300 tahun, hampir sama dengan lamanya Indonesia dijajah oleh Belanda. Sepulang dari Afrika, gerakan Gandhi semakin populer karena ia berhasil memadukan spiritualitas dan intelektualitas dengan metode perlawanan tanpa kekerasan. Gerakan ini menyatukan rakyat India, baik Hindu maupun Muslim, dalam melawan penjajahan Inggris. Gandhi mengajarkan lima prinsip utama dalam perjuangannya tanpa kekerasan, yaitu: Ahimsa, Satyagraha, Swadeshi, Nirbaya, dan Hartal [2]. Relevansi kelima ajaran ini dalam konteks Mogok Sipil Nasional di Papua Barat akan kita bahas lebih lanjut.

Ahimsa (Non-Kekerasan) Ahimsa berasal dari kata “A” yang berarti tidak, dan “Himsa” yang berarti kekerasan. Secara harfiah, Ahimsa berarti tidak menyerang atau melukai. Gandhi meyakini bahwa perlawanan harus dilakukan tanpa melukai pihak lawan, dan dasar perlawanan ini adalah cinta kasih. Di Papua Barat, prinsip non-kekerasan ini telah lama diadopsi sebagai pendekatan. Dialog damai telah menjadi bagian dari tradisi Papua sejak zaman misionaris pada tahun 1885 di Mansinam, di mana konflik diselesaikan secara damai melalui lembaga adat seperti para-para. Perlawanan rakyat Papua, mulai dari konfrontasi Brig. Permenas Ferry Awom hingga perjuangan tokoh seperti Victor Yeimo, terus mengikuti filosofi non-kekerasan ini.

Satyagraha (Tidak Kompromi terhadap Kebenaran) Satyagraha berarti keteguhan dalam mempertahankan kebenaran tanpa kompromi. Gandhi menekankan pentingnya menolak ketidakadilan dan berpegang teguh pada nilai-nilai kebenaran. Di Papua, ajaran ini dapat diimplementasikan melalui penolakan terhadap kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) dan pemekaran wilayah yang dianggap mereduksi cita-cita kemerdekaan. Melalui konsolidasi dan aksi yang kuat, rakyat Papua dapat memperjuangkan kebebasan dan kebenaran yang sesuai dengan semangat Satyagraha.

Swadeshi (Menggunakan Produk Lokal) Swadeshi menekankan pentingnya kemandirian dengan menggunakan produk yang dihasilkan sendiri. Dalam konteks Papua Barat, ajaran ini relevan dengan aspirasi rakyat Papua untuk menjadi “tuan di atas tanah sendiri.” Ini mencakup penolakan terhadap ketergantungan pada produk-produk yang berasal dari luar Papua, serta pengembangan potensi lokal untuk memenuhi kebutuhan sendiri.

Nirbaya (Tidak Takut) Nirbaya berarti tidak mengenal rasa takut dalam menghadapi ketidakadilan. Gandhi mengajarkan agar rakyat tidak gentar menghadapi kekuasaan yang menindas. Sikap berani ini sangat dibutuhkan oleh rakyat Papua untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Sikap nirbaya harus ditanamkan pada setiap elemen masyarakat Papua agar mereka berani bersuara dan menuntut keadilan.

Hartal (Pemogokan Sipil) Hartal adalah pemogokan massal yang dipimpin oleh Gandhi untuk menentang pemerintahan kolonial Inggris. Di Papua Barat, ajaran Hartal dapat diwujudkan melalui mogok nasional yang melibatkan berbagai sektor masyarakat. Dengan aksi ini, diharapkan sistem kolonial dapat ditumbangkan dan cita-cita kemerdekaan Papua Barat dapat tercapai.

Berita Lainnya

Back to top button