Semua KategoriSosial & Harian

Zuzan Griapon: Aktivis Perempuan Revolusioner Dari “West Papua” .

THE PAPUA TIMES

Saya pertama kali mengenal Zuzan Chryztalia Griapon pada tahun 2013 di Yogyakarta.

Saat itu, Zuzan baru saja memulai studinya di Universitas Gadjah Mada (UGM), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), jurusan Kimia, sementara saya berada di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Fakultas Ilmu Sosial, jurusan Sosiologi. Kami sama-sama mendapatkan beasiswa melalui program Afirmasi Pendidikan Tinggi (Adik), yang dibiayai oleh UP4B sebelum akhirnya dialihkan ke Kementerian Pendidikan.

Karena sering berkumpul, beberapa bulan kemudian kami membentuk komunitas kecil bernama Komunitas Afirmasi UGM-UNY. Zuzan, yang juga menjadi salah satu penggerak, ditunjuk sebagai ketua. Komunitas ini bertujuan untuk berkegiatan bersama seperti makan-sumbang, tamasya ke pantai, dan diskusi ringan.

Sejak saat itu, saya menyadari bahwa Zuzan memiliki kemampuan vokal dan mudah berbaur dengan banyak orang. Ia kerap mengajak kami untuk rutin berkumpul. Hampir setiap Sabtu kami bertemu di dekat Auditorium UGM, dan di sanalah kedekatan saya dengan Zuzan mulai terjalin.

Pada awal 2014, Zuzan menghubungi saya lewat Facebook dan mengajak makan siang di sebuah warung makan di Jalan Kaliurang, Yogyakarta. Setelah makan, ia memberikan saya sebuah buku berjudul Democracy Take Off? The B.J. Habibie Period. Buku tersebut tebal dan berbahasa Inggris.

“Sepertinya kamu cocok membaca buku ini,” katanya. Mungkin Zuzan merasa buku itu relevan dengan bidang studi saya di UNY.

Seminggu kemudian, saya membalas dengan memberikan dua buku: Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer dan Guru: Mendidik Itu Melawan karya Eko Prasetyo. Kami pun semakin sering bertemu dan berdiskusi tentang berbagai hal.

Sekitar pertengahan 2015, Zuzan mengajak saya untuk menghadiri sebuah diskusi di kampus UGM setelah pertemuan antara elite politik Papua dan Kelompok Kerja (Pokja) Papua UGM. Di hadapan forum, Zuzan mengkritik Bambang Purwoko, ketua Pokja Papua UGM, di hadapan ratusan mahasiswa dan dosen yang hadir, hingga Bambang Purwoko meninggalkan tempat diskusi tanpa pamit.

Pada tahun 2016, Zuzan mulai aktif di Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), sebuah organisasi mahasiswa kiri yang berbasis di beberapa kota besar di Indonesia. Di AMP, Zuzan dilatih dalam ideologi dan politik, serta belajar untuk menulis. Ia membuat blog pribadinya, zuzangriapon.blogspot.com, dan mulai menulis tentang perempuan Papua, salah satunya dalam tulisan berjudul Perempuan Papua Dalam Pagar yang terdiri dari lima bagian.

Seiring berjalannya waktu, Zuzan bersama beberapa teman membentuk Kelompok Belajar Perempuan Papua Yogyakarta (KBPPY) dan Serikat Pembebasan Perempuan (Siempre), sebuah organisasi perempuan yang berfokus pada anti-kapitalisme, anti-kolonialisme, dan hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa Papua.

Pada tahun 2020, Zuzan menyelesaikan studinya di UGM dan kembali ke Papua untuk melanjutkan perjuangannya bersama Komunitas Green Papua. Di sana, ia terlibat dalam berbagai gerakan lintas sektoral, membangun sekolah alternatif, pelatihan, dan kampanye lingkungan.

Zuzan melanjutkan pendidikannya dengan beasiswa Pascasarjana di jurusan Kimia Lingkungan di Universitas Oslo, Norwegia. Namun, pada akhir tahun 2023, Zuzan jatuh sakit dan kembali ke Papua untuk berobat. Pada 26 Desember 2023, kabar duka datang: Zuzan meninggal dunia di Jayapura pada usia 28 tahun.

Zuzan tidak hanya dikenal sebagai aktivis Papua Merdeka, tetapi juga seorang feminis sosialis-Marxis. Ia menekankan pentingnya memperjuangkan kebebasan bagi perempuan Papua dan rakyat Papua secara keseluruhan dari penindasan kapitalisme, kolonialisme, dan militerisme. Hingga akhir hidupnya, Zuzan tetap berpegang teguh pada perjuangan kemerdekaan Papua dan keadilan sosial.

Berita Lainnya

Back to top button