Pendidikan yang Konservatif dan Berorientasi Kapitalistik di Indonesia
THE PAPUA TIMES
Politik Konservatisme dalam Pendidikan
Konservatisme dalam politik menekankan pada tradisi, asal-usul, dan pengalaman bersama sebagai landasan yang kuat bagi stabilitas politik dan pembangunan. Pandangan konservatif mendasar adalah bahwa tidak ada sistem politik universal yang cocok untuk semua bangsa. Di Indonesia, sistem politik cenderung mempertahankan paradigma lama, yang sengaja didistribusikan kepada masyarakat untuk memelihara dominasi negara. Sikap politik konservatif ini telah merasuk ke dunia pendidikan, menyebabkan pendidikan terjebak dalam urusan politik. Akibatnya, banyak permasalahan pendidikan yang berlarut-larut dan tidak terselesaikan.
Konservatisme memelihara status quo dan enggan melakukan eksperimen atau inovasi sosial. Pendidikan di Indonesia yang terpengaruh konservatisme cenderung mempertahankan metode lama, menghambat perkembangan dan perubahan yang diperlukan untuk menghadapi tantangan zaman. Dalam pendidikan, konservatisme terlihat pada kecenderungan untuk menolak pembaharuan, menekankan pada tradisi lama, dan menjaga kestabilan melalui cara-cara yang telah terbukti di masa lalu, tanpa mempertimbangkan perlunya inovasi untuk menghadapi masa depan.
Pandangan ini bertentangan dengan semangat inovatif dalam pendidikan yang dicontohkan oleh teori-teori belajar modern. Teori belajar, seperti behavioristik, kognitif, humanistik, konstruktivistik, dan sibernetik, merupakan hasil dari eksperimen panjang dan refleksi mendalam oleh para psikolog. Tokoh-tokoh seperti Watson, Maslow, Pavlov, Skinner, Piaget, dan Vygotsky telah mengembangkan teori-teori tersebut untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih baik. Namun, di Indonesia, meskipun beberapa teori telah diimplementasikan, hasilnya masih jauh dari harapan dalam mencetak sumber daya manusia yang cerdas, kritis, dan merdeka.
Konservatisme dalam pendidikan menyebabkan sistem pendidikan lebih fokus pada mempertahankan status quo daripada menciptakan inovasi yang dibutuhkan untuk mencapai kemajuan. Hal ini membuat pendidikan di Indonesia terkesan statis, tidak adaptif terhadap perubahan, dan kurang responsif terhadap kebutuhan peserta didik di era modern.
Kapitalisme dalam Pendidikan
Di Indonesia, pendidikan juga dipengaruhi oleh paradigma kapitalistik. Pendidikan lebih berorientasi pada penciptaan tenaga kerja, bukan pada pengembangan manusia yang holistik. Konsep pendidikan yang mendominasi adalah pendidikan gaya bank, sebagaimana dikritik oleh Paulo Freire. Dalam sistem ini, pendidik dianggap sebagai subjek yang mengisi pengetahuan kepada peserta didik, yang dipandang sebagai objek pasif. Sistem ini membuat peserta didik menjadi katalog pengetahuan tanpa memberikan ruang bagi kreativitas dan pemikiran kritis.
Dalam sistem pendidikan kapitalistik, pendidikan lebih dipandang sebagai alat untuk menghasilkan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Ijazah diperlakukan seperti tiket untuk mendapatkan pekerjaan, sementara kualitas pendidikan seringkali diabaikan. Hal ini menciptakan kesenjangan antara tujuan pendidikan yang ideal, yaitu mencetak manusia yang cerdas dan merdeka, dengan realitas yang ada, yaitu mencetak manusia pekerja yang siap untuk memenuhi tuntutan ekonomi kapitalistik.
Selain itu, mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, baik di lembaga negeri maupun swasta, semakin memperburuk masalah. Pendidikan yang seharusnya menjadi hak dasar bagi setiap individu berubah menjadi barang mewah yang sulit diakses oleh masyarakat menengah ke bawah. Akibatnya, banyak siswa yang putus sekolah karena tidak mampu menanggung biaya pendidikan yang tinggi, yang pada akhirnya meningkatkan angka pengangguran.
Pendidikan yang Lebih Baik Tanpa Konservatisme dan Kapitalisme
Sistem pendidikan yang ideal seharusnya membebaskan peserta didik dari belenggu konservatisme dan kapitalisme. Pendidikan harus menjadi ruang bagi peserta didik untuk mengembangkan potensi mereka, berpikir kritis, dan menciptakan perubahan. Pendidikan yang mengedepankan inovasi dan kreativitas, serta memberikan akses yang merata bagi semua golongan, akan menghasilkan generasi yang cerdas, kritis, dan merdeka.
Dengan menghilangkan pengaruh konservatisme dan kapitalisme, pendidikan di Indonesia dapat bertransformasi menjadi alat pembebasan, bukan sekadar mesin pencetak tenaga kerja. Hanya dengan pendidikan yang berlandaskan kebebasan dan keadilan, Indonesia dapat menciptakan sumber daya manusia yang mampu menghadapi tantangan global di masa depan.