PolitikSemua Kategori

Pemuda Adat Papua Tegaskan Calon Kepala Daerah Harus Berpihak pada Masyarakat

SORONG, — Pemuda adat di seluruh Tanah Papua mendesak agar calon kepala daerah (Cakada) yang maju dalam pemilihan di Tanah Papua harus berpihak kepada masyarakat adat.

Penegasan ini muncul dalam diskusi publik berjudul “Konsolidasi 7 Seruan Pemuda Adat di Tanah Papua,” yang berlangsung di sebuah hotel di kota Sorong, Papua Barat Daya, pada 10-12 Juni 2024.

Dalam diskusi yang difasilitasi oleh Greenpeace Indonesia, perwakilan pemuda adat mengingatkan bahwa semua kandidat yang akan bertarung di Pilkada serentak 2024 harus menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat adat.

Roberth Meagi, perwakilan pemuda adat dari kabupaten Boven Digoel, Papua Selatan, menyatakan bahwa masyarakat adat sering kali hanya menjadi objek saat Pilkada berlangsung.

“Masyarakat adat selalu menjadi korban. Pemerintah provinsi dan kabupaten tidak memiliki komitmen yang jelas untuk melindungi masyarakat adat,” kata Roberth.

Ia menambahkan, kurangnya perhatian terhadap masyarakat adat di Papua Selatan terlihat dari gugatan suku Awyu di Mahkamah Agung (MA) serta berbagai bentuk penolakan terhadap perusahaan-perusahaan yang selama ini terus terjadi di beberapa wilayah.

Papua

“Investasi semakin gencar masuk ke wilayah Papua Selatan, sementara pemerintah belum menunjukkan keseriusan dalam melindungi hak-hak masyarakat adat,” ungkapnya.

Marice Sesa dari kabupaten Fakfak, Papua Barat, menyatakan bahwa kehadiran smelter dan PT Pupuk Kaltim menjadi ancaman nyata bagi kehidupan masyarakat adat di wilayah tersebut.

“Masalah yang dihadapi masyarakat adat di Merauke, Boven Digoel, Sorong, juga dialami di Fakfak. Smelter dan PT Pupuk Kaltim menjadi ancaman serius bagi masyarakat adat di sana,” ujar Sesa.

Sementara itu, Maestro, perwakilan pemuda dari Jayapura, provinsi Papua, menyoroti bahwa meskipun Pasal 18B ayat 2 UUD 1945 mengakui keberadaan masyarakat adat, kenyataan di lapangan sering bertentangan dengan hal tersebut.

“Banyak janji yang disampaikan kepada masyarakat adat. Secara ekonomi, mereka kerap menghadapi masalah terkait kepemilikan lahan dan hak pengelolaan sumber daya alam,” kata Maestro.

Feki Wilson Mobalen, ketua Badan Pengurus Harian (BPH) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sorong Raya, menyoroti kurangnya landasan hukum yang kuat bagi masyarakat adat di Indonesia. Rancangan Undang-undang (RUU) Masyarakat Adat yang diperjuangkan selama bertahun-tahun belum juga disahkan.

“Kita semua tahu bahwa isu pengakuan masyarakat adat sering dijadikan alat politik, termasuk janji dari Presiden Jokowi, namun sampai sekarang itu hanya janji tanpa tindakan nyata,” ungkap Feki.

Ia juga menyoroti bahwa masyarakat adat tak hanya kehilangan tanah, tetapi juga menjadi korban kekerasan akibat kepentingan korporasi.

“Selain lahan yang dirampas oleh korporasi, masyarakat adat juga dikriminalisasi,” tambahnya.

Sebagai salah satu pembicara dalam diskusi tersebut, Feki menekankan pentingnya pengakuan dan perlindungan bagi masyarakat adat. Menurutnya, menjaga tanah dan hutan bukan hanya soal melindungi sumber kehidupan masyarakat adat, tetapi juga menjaga dunia dari ancaman krisis iklim.

“Hutan Papua adalah paru-paru dunia, namun kini terancam oleh korporasi. Oleh karena itu, penting bagi calon kepala daerah—baik gubernur, bupati, maupun wali kota—untuk memperhatikan hal ini,” tegas Mobalen.

Khalisah Khalid, koordinator Pokja Politik Greenpeace Indonesia, mengatakan bahwa masyarakat adat sering diabaikan oleh negara. Dalam konteks politik, isu masyarakat adat kerap hanya dijadikan alat untuk meraih suara.

“Kepala daerah harus menjadi garda terdepan dalam pengakuan, perlindungan, dan pemenuhan hak masyarakat adat. Oleh karena itu, dalam Pilkada mendatang, sangat penting bagi calon kepala daerah untuk memastikan bahwa hak-hak masyarakat adat tercantum dalam visi misi mereka,” jelas Khalid.

Diskusi ini merupakan tindak lanjut dari deklarasi pemuda adat dalam Forest Defender Camp yang diselenggarakan di kampung Manggroholo-Sira, distrik Saifi, kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat Daya, pada 20-22 September 2023.

Berita Lainnya

Back to top button